Oleh Abdul Halim
Fathani
TIDAK jarang kita
mendengar pertanyaan (baca: pernyataan) dari beberapa siswa, terutama yang
“tidak unggul” di bidang kecerdasan matematis “Mengapa saya harus belajar
Matematika? Wong, Matematika itu tidak akan bermanfaat bagi kehidupan
saya, saya tidak akan pernah menggunakannya kalau saya sudah lulus sekolah”.
Pernyataan di atas merupakan salah satu dari sekian banyak pernyataan “negatif”
yang banyak dilontarkan oleh siswa ketika mereka sedang mengalami gangguan atau
kesulitan dalam belajar matematika.
Lalu, siapakah yang salah? Siswa, guru, atau keduanya.
Biasanya kita akan dengan mudah nan cepat menyalahkan siswa. Salahnya sendiri
karena mereka tidak mau belajar secara sungguh-sungguh, sehingga prestasi
matematikanya rendah dan akibatnya mereka malas mempelajarinya lebih lanjut.
Sementara, jika merujuk ide Gardner tentang kecerdasan majemuk, maka yang
disalahkan adalah gurunya. Dalam kasus ini, guru tidak dapat memberikan
informasi (baca: materi matematika) kepada siswa dengan gaya belajar yang
disukainya. Akibatnya, informasi yang diberikan tidak bisa sampai kepada siswa.
Dan, akhirnya siswa tidak mendapatkan apa-apa, lalu ia “frustasi”.
Padahal, kalau kita melihat hakikat keterkaitan
matematika dalam kehidupan manusia, tentu penguasaan akan matematika merupakan
sebuah keahlian dasar hidup yang penting. Dalam modul pembelajaran yang
diterbitkan United States Agency for International Development (USAID) dijelaskan
bahwa matematika adalah sebuah aturan dan disiplin ilmu yang didasarkan pada
sebuah pola pembelajaran bagaimana usaha dan kegagalan bisa dipecahkan dengan
pola pikir yang terstruktur. Menghitung aritmatika (dengan kalkulator atau
dengan tangan) dibutuhkan ketika ingin mengukur berat, volume, jarak, bilangan
dan menghitung jumlah (uang) dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian akan pola
pikir terstruktur sangatlah penting untuk kegiatan sehari-hari seperti
menjahit, memasak, bertukang, menanam pohon, memperbaiki sebuah motor dan
merancang sebuah mobil.
Di sisi lain, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) juga tidak luput dari peran matematika. Seiring dengan perkembangan
zaman, Matematika semakin diperlukan
dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Bidang pengembangan keilmuan, saat ini
kita jumpai perpaduan pelbagai macam ilmu dengan matematika, seperti Matematika
Ekonomi, Matematika Fisika, Psikometri, Matematika Statistik, Statistika
Pendidikan, Statistika Komunikasi dan Bisnis, dan lainnya. Tapi, yang perlu digarisbawahi, dalam hal
yang demikian, tentunya matematika tidak bekerja sendirian. Matematika tetap
berdampingan dengan disiplin keilmuan lainnya. Dalam realitanya, matematika
bisa saja menjelma pada bidang ilmu lain, seperti akuntansi dan geografi. Kalau dalam “ilmu agama” kita mengenal ilmu
falaq, ilmu faraidh. Kesemuanya itu melibatkan matematika.
Dalam dunia kerja, matematika telah dipandang sebagai
alat penyaring (seleksi) bagi orang untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik
dengan gaji yang lebih tinggi. Kalau kita menengok beberapa kegiatan dalam
kehidupan sehari-hari, juga tidak sedikit yang melibatkan penggunaan matematika
atau proses berpikir matematis, misalnya melakukan jual-beli, mengukur luas
tanah pekarangan, areal sawah, menimbang beras dan gulan, menghitung
pengeluaran kebutuhan rumah tangga, menghitung biaya pembayaran rekening
listrik dan PDAM, membayar hutang, dan sebagainya.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa matematika
merupakan salah satu kekuatan utama pembentuk konsep tentang alam, serta hakikat
dan tujuan manusia dalam kehidupannya. Oleh karena itu matematika penting bagi siswa dan mahasiswa untuk hidup, belajar,
dan bekerja.[ahf]
0 komentar:
Posting Komentar