Oleh Ni Made Suciani
Widyaiswara di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Bali. Senang
berdiskusi tentang pendidikan agar ketajaman analisis dalam bidang
pendidikan semakin terasah.
Ide
ini bermula ketika penulis mencoba mencari beberapa model pembelajaran
matematika dari internet, karena untuk mengembangkan pembelajaran
matematika yang berorientasi PAKEM merupakan tugas berat bagi seorang
guru matematika. Kemudian penulis menemukan sebuah “Mathematics
Lesson Plans”, yang setelah penulis cermati hampir semua isinya
merupakan rencana pembelajaran matematika yang mengandung permainan.
Dari 56 permainan itu ada sebuah permainan yang sangat sederhana dan
sangat mudah dipraktekkan sehingga menarik perhatian penulis untuk
mencobakannya di sebuah Sekolah Dasar, Adapun keinginan ini didasari
oleh keingintahuan penulis sejauhmana ketertarikan siswa kita dengan
permainan-permainan yang dibuat sedemikian rupa untuk memantapkan
pembinaan keterampilan dalam belajar matematika. Di samping itu penulis
juga ingin mencoba melihat seberapa efektifnya permainan-permainan itu
jika diterapkan di sekolah kita yang memiliki iklim dan suasana yang
berbeda dengan di Negara pembuatnya. Penulis melakukan ujicoba permainan
ini di SD 1 Padang Sambian Denpasar Barat.
Permainan
ini bernama Game “24”, penulisnya adalah Elinor Crecelius, dari Wyoming
Girls School; Sheridan, Wyoming. Permainan ini didisain untuk
mengajarkan fakta dasar dan urutan operasi perhitungan matematika dalam
suasana yang menyenangkan, karena seperti yang kita ketahui bersama
bahwa fakta dasar dan operasi perhitungan dalam matematika sangat
membosankan bagi siswa. Apalagi jika diberikan dengan cara monoton dan
menggunakan angka yang besar dan banyak, sehingga menimbulkan kebosanan
bagi siswa dan siswa dapat menjadi frustasi dalam belajar matematika.
Cara
melakukan permainan ini adalah murid akan menggunakan empat angka yang
diperoleh dari mengocok sebuah dadu untuk membuat sebuah pernyataan
matematika yang hasilnya sama dengan 24. Alat dan bahan yang digunakan
adalah: empat buah dadu, kertas dan pensil. Siswa dibagi dalam sepuluh
kelompok, yang setiap kelompok beranggotakan 4 – 5 orang. Karena jumlah
siswa di kelas VI B itu adalah 43 orang. Permainan ini dipimpin oleh
guru matematikanya langsung yaitu Bapak Made Supardi, sedangkan penulis
dalam hal ini hanya mengamati jalannya permainan.
B. Aktivitas dan Prosedur:
Pertama
empat siswa dari kelompok satu maju ke depan dan diberi masing-masing
sebuah dadu untuk dikocok, Setelah itu siswa tersebut menunjukkan dan
menyebutkan angka berapa yang diperolehnya. Gurunya mencatat angka yang
diperoleh oleh para siswa di papan. Setelah itu kemudian siswa kembali
ke tempat masing-masing dan mulai menulis angka tersebut dan
mengoperasikan keempat angka tersebut sehingga menghasilkan bilangan 24.
Contoh : jika angka 6,5,6, dan 4, yang muncul setelah dikocok, satu
pemecahan adalahnya :
4 x 6 / (6 - 5) = 24.
Setelah
angka diperoleh, masing-masing kelompok siswa akan mengoperasikan
keempat angka tersebut sehingga menghasilkan nilai 24. Operasi
yang digunakan adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian dan
pembagian, serta dapat menggunakan perpangkatan jika diperlukan. Urutan operasi harus diperhatikan begitu pula penggunaan tanda kurung yang diperlukan.
Setelah
selesai siswa menulis jawaban mereka di papan, dan jawaban-jawaban yang
muncul sangat mungkin berbeda dari masing-masing kelompok. Penulis
menantangnya untuk menemukan cara yang berbeda yang menghasilkan
bilangan 24 dengan menggunakan angka yang diberikan. Bukan hanya jawaban
yang tepat yang diharapkan, tetapi penggunaan operasi yang tepat juga
perlu diperhatikan. Meskipun salah satu operasi yang digunakan tidak
dibatasi, setiap angka harus digunakan hanya sekali saja.
C. Pelaksanaan dan Hasil Kegiatan
Ketika
memasuki kelas penulis melihat wajah-wajah siswa yang biasa saja,
karena pelajaran yang akan diberikan adalah matematika, tidak ada
ketertarikan dari wajah mereka. Tetapi setelah penulis menawarkan sebuah
permainan mereka mulai bergairah, apalagi ketika mereka dapat
menjawabnya. Ketika kocokan pertama yang muncul adalah angka 6, 6, 5, 3.
Banyak siswa yang mencoba menjawab, tetapi tidak satupun ada yang
benar. Ketika penulis menunjukkan sebuah pernyataan yaitu :
(6
– (5 – 3)) x 6, mereka semua tercengang dan sedikit menyesal karena
tidak berhasil menemukan jawabannya. Tetapi untuk kocokan berikutnya,
hampir setiap kelompok dapat memberikan jawaban yang berbeda.
Adapun langkah-langkah dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 1. Siswa mengocok dadu
Gambar 2. Guru menulis angka yang muncul di papan tulis
Gambar 3. Siswa mendiskusikan jawaban bersama kelompok
Gambar 4. Siswa menuliskan jawaban di papan tulis
Gambar 5. Kelompok lain mencermati jawaban temannya dan mencoba jawaban yang lain
Dalam
gambar-gambar rekaman tersebut jelas terlihat bahwa siswa sangat
antusias dalam belajar dan mereka berusaha mencari proses penyelesaian
suatu operasi yang menghasilkan nilai 24. Semua jawaban kelompok ditulis
di depan dan diberi nilai, nilainya pun ditulis dalam kolom penilaian
di papan tulis. Dengan demikian jelas terlihat kelompok mana yang sudah
banyak mendapat nilai dan mana yang belum. Pada akhir kegiatan penulis
memberikan siswa untuk mengerjakan dan mencari jawabannya sendiri, atau
tidak berkelompok lagi. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan rasa tanggung
jawab di kalangan siswa dan melihat kemampuan siswa secara individual.
D. Kesimpulan dan Rekomendasi
Dari
hasil uci coba terlihat secara umum permainan ini sangat memotivasi
siswa untuk berfikir menemukan proses pengoperasian suatu pasangan
bilangan yang hasilnya sudah diketahui dari sebuah tebakan dengan
mengocok sebuah dadu. Karena ada unsur permainan, bagi mereka ini sebuah
tantangan baru yang sifatnya tidak rutinitas dalam belajar matematika.
Dari awal sampai akhir penulis perhatikan tidak ada siswa yang
menunjukkan wajah lesu atau kurang menyenangkan dalam belajar
matematika. Setelah pelajaran berakhir pun mereka
meminta agar permainan ini diulang lagi pada pelajaran matematika
berikutnya, dan mereka juga minta kalau ada permainan model lain dalam
pelajaran matematika.
Ada
suatu hal yang menarik dari proses ini yaitu ketika siswa disuruh
mencari cara penyelesaian dari sebuah paket bilangan di mana hasilnya
sudah diketahui. Secara sepintas hal ini kelihatannya tidak berguna
dalam pembelajaran matematika dan hanya bersifat permainan belaka.
Karena untuk apa kita mencari alternatif proses? Tetapi kalau dicermati
lebih mendalam, siswa akan berpikir bagaimana cara menemukan sebuah
proses penyelesaian di mana jawabannya sudah diketahui. Ini merupakan
hal yang berbeda bagi mereka karena biasanya mereka menemukan jawaban
dari soal yang diberikan. Disinilah mereka akan mulai mengasah kemampuan
dasarnya untuk menemukan sebuah proses di mana produk sudah diketahui.
Kalau hal ini dikaitkan dengan roh dari Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI), di mana siswa diharapkan dapat mengexplor kemampuan
mentalnya untuk menemukan sebuah proses memang ada sedikit kesesuaian,
meskipun proses matematisasi horisontalnya tidak terlihat. Karena ini
hanyalah mengungkap fakta dasar urutan pengoperasian bilangan, jadi
hanya proses matematisasi vertikal saja ditonjolkan.
Kalau dikaitkan dengan sebuah konsep yang sedang diterapkan dalam bidang pendidikan sekarang yaitu “Benchmarking”,
di mana kita melakukan evaluasi diri kemudian membandingkan diri kita
dengan orang lain, maka permainan ini menjadi sesuai dengan konsep itu.
Hal ini disebabkan karena dalam melakukan benchmarking, yang
diharapkan nantinya adalah menghasilkan produk yang unggul dan mampu
bersaing secara kualitas di pasaran. Dapat juga dikatakan bahwa untuk
menghasilkan sebuah produk yang unggul kita dapat melihat produk orang
lain, kemudian mempelajari produk tersebut, melihat konteks dan proses
pembuatannya serta membandingkan dan menganalisisnya dengan melihat
kelemahan, kekuatanan dan peluang dan tantangan yang ada pada diri kita
sendiri. Sudah tentu dalam dunia pendidikan yang menjadi produknya
adalah mutu pendidikan di Indonesia. Sedangkan dalam permainan itu siswa
diajak melihat sebuah produk atau hasil, kemudian siswa berfikir dari
hasil tersebut proses apa yang dapat mereka lakukan, yang sesuai dengan
kaidah yang berlaku dan mampu menunjukkan proses yang berkualitas di
antara proses-proses yang lain, sehingga dapat menimbulkan semangat
berkompetisi, yang menjadi salah satu karakteristik dalam benchmarking.
Referensi
Asikin, Nor bt.Salleh. 2006. Quality Assurance In Education. The presentation of Seameo Recsam in 14 & 15TH November 2006
CEC Webmaster. Mathematics Lesson Plans mailto: webmaster@col-ed.org
Tulisan ini diambil dari blog: http://edukasi.kompasiana.com/2013/05/31/belajar-matematika-sambil-bermain-564482.html
0 komentar:
Posting Komentar