Sejak awal tahun ini,timbul keinginan untuk
melakukan sesuatu yang belum pernah saya lakukan di blog ini, yaitu membuat
postingan wawancara. Ingin rasanya mewawancarai salah satu tokoh Matematika di
Indonesia. Akhirnya beberapa hari yang lalu keinginan tersebut terlaksana,
melalui e-mail saya mewawancarai Prof Hendra Gunawan dari ITB. Buat belum tahu,
siapa beliau silahkan baca cv nya di sini.
Konon katanya beliau adalah salah satu Profesor yang paling produktif di negeri
ini, Silahkan lihat di Google
Scholar, betapa aktifnya beliu menerbitkan paper. Saya sudah 2
kali ketemu beliau. kesan yang saya tangkap, beliau orangnya humble,
bersahaja sama sekali tidak terlihat beliau adalah Guru besar Matematika
dari perguruan tinggi terbaik di negeri ini.
Nah…inilah hasil wawancara saya dengan beliau.
Apa cita-cita Prof waktu kecil? Apakah
sejak kecil sudah bercita-cita menjadi Profesor Matematika
Wah, waktu kecil boro-boro tahu apa itu profesor.
Seperti kebanyakan anak kecil waktu itu, cita-cita saya menjadi pilot mungkin
karena sering lihat pesawat terbang melintas di udara!
Apakah Prof masih ingat, sejak kapan prof
tertarik dengan matematika? Apakah ketika SD prof sudah suka matematika?
Sejak SD saya suka berhitung (dulu nama mata
pelajarannya kan Berhitung, bukan Matematika). Kakek saya selalu membanggakan
kemampuan berhitung saya di depan tamu. Padahal cuma ditanya berapa 175 + 86,
sederhana seperti itu.
Ketika lulus SMA, mengapa Prof memilih
kuliah Jurusan Matematika?
Sejak SD, “kekuatan”
saya yang utama adalah matematika (dan bahasa Inggris), yang bertumpu pada
logika. Menjelang lulus SMA, ada tawaran bagi siswa yang prestasinya lumayan
untuk masuk ke PTN via Program Perintis II, khusus utk program studi MIPA
(kecuali IPB bebas). Saya pilih jurusan Mat ITB, krn yg paling pas ya itu. Saya
tidak jago Fisika/Kimia. Sementara Biologi terlalu feminin, he3x.
Di mata Prof, apa yang menarik dari
Matematika?
Matematika menuntut logika, pernalaran dan
imajinasi. Itu yg menarik bagi saya.
Siapa Matematikawan favorit,
Profesor?
Sejujurnya, waktu itu saya belum kenal
siapa-siapa. Bahkan Pythagoras pun tahu belakangan, setelah doktor. Di sekolah
dan di PT (tahap S1) guru dan dosen tidak pernah mengekspos tokoh-tokoh
matematika. Ketika studi S3, saya mulai mengenal bbrp tokoh matematika,
khususnya yg terkait dgn bidang yg saya tekuni. Saya kagum dgn J. Fourier, C.F.
Gauss, J. Von Neumann, G.H. Hardy, J.E. Littlewood dan E.M. Stein. Saya
juga salut kepada Pythagoras dan Euclid.
Salah satu Tugas profesor adalah
meneliti. Penelitian matematika itu seperti apa? Apakah harus menciptakan (atau
menemukan) rumus baru?
Penelitian matematika pada dasarnya sama dengan
penelitian bidang lainnya, yaitu memperluas khasanah pengetahuan, yaitu dengan
menjawab pertanyaan yg muncul dari teori atau hasil penelitian sebelumnya.
Hasilnya bisa berupa dalil atau rumus baru, atau secara umum teori baru yang
melengkapi atau menyempurnakan teori sebelumnya. Sebaga contoh dalil Pyhtagoras
itu sekarang tidak melulu soal segitiga siku-siku, tapi berlaku utk sejumlah
vektor yg saling tegak lurus di ruang Hilbert (nah lho!).
Di blog, Prof
mengatakan “My areas of interest are Fourier analysis,
functional analysis, and their applications. “ Mengapa
Prof memilih itu sebagai area of interest?
(Btw terjemahan yang tepat untuk area of interest, apa yach?)
Sejak S1 saya jatuh hati pada cabang analisis
matematika. Ketika studi di Australia, saya mendalami cabang ini lbh jauh. Dua
area tsb merupakan titik temu dari banyak cabang lainnya. Selain itu bekal
pengetahuan yg sy miliki mendukung utk mendalaminya. Jd ya saya pilih area
tersebut.
Matematika itu apa , Prof?
Wah, ini pertanyaan filosofis, saya blm tentu
bisa menjawabnya secara filosofis. Bagi saya, matematika itu “dunia lain” yg
bisa ditembus oleh kemampuan berpikir dan imajinasi manusia. Di dunia ini, kita
bisa menemukan banyak keindahan. Begitu punya kunci masuk ke dunia ini, anda
akan datang terus ke sana. Tak sedikit pula yg indah di dunia matematika itu
bisa diterapkan di dunia nyata di mana kita hidup. Jd, selain indah, matematika
itu berguna.
Pertanyaan klasik, matematika ditemukan
atau diciptakan?
Ah, ini juga filosofis! Saya tidak pernah
memikirkannya, sy hanya menjalani dan menikmatinya. Kadang saya merasa
“menemukan” (misal rumus), kadang saya “menciptakan” (misal simbol dan
istilah), namun sering kali tidak tahu bedanya (misal metode). Yg pasti, saya
menikmati keindahannya!
Saya pernah ditanya siswa SMA, Buat apa
belajar Matematika? Untuk apa susah-susah belajar Trigonometri, Integral,
dalam sehari-hari jarang kepakai ini?
He3x, itu karena belum tahu saja. Tugas guru
mencerahkan siswa. Makanya perlu baca sejarah matematika. Dulu misalnya
trigonometri dipakai utk menghitung jari2 bumi dan jarak matahari ke bumi.
Kalau sehari-hari cuma ngobrol, makan, jalan-jalan ke mal ya tidak perlu
matematika (yg canggih). Tapi apa hidup cuma itu? Siswa perlu dicerahkan
bagaimana kemajuan peradaban (di negara lain) dicapai.
Punya pendapat tentang perkembangan
matematika di Indonesia?
Ketika saya berpidato di Sidang Majelis Guru
Besar ITB sy sampaikan pendapat sy ttg hal ini. Cuplikan naskah pidato sy tsb
dapat diunduh dari blog personal saya http://personal.fmipa.itb.ac.id/hgunawan/various-articles/ .
Singkat cerita, walau ada kemajuan dalam 20 tahun terakhir, kita masih
tertinggal dalam matematika dibandingkan dgn negara sekecil Singapura. Perlu
bbrp generasi mendatang utk mengejar ketertinggalan tsb, itupun kl negara lain
tdk makin kencang larinya.
Pada pertemuan kita terakhir, Prof
berbicara tentang gelar budaya bernalar. Nah.. bernalar itu apa, Prof?
Begini, salah satu masalah dgn bangsa kita
tersirat dlm dua pertanyaan sebelumnya. Kita tahu bhw kita tertinggal, dan kita
ingin maju. Tapi tahukah kita apa yg membuat bangsa lain maju? Mereka telah
melalui “Era Bernalar”, the age of reason. Kekuatan manusia di situ, bisa
berpikir, bernalar, menemukan jawaban mengapa ini begini dan itu begitu, bukan
mengarang mitos sendiri atau menerima mitos yg ada. Bernalar itu, singkat kata,
mendayagunakan kemampuan berpikir dan akal sehat kita. Kalau sulit, ya belajar,
jangan lari (ke takhayul, misalnya). Bangsa ini perlu bernalar!
Terakhir, Apakah Prof punya saran
bagaimana belajar Matematika yang benar?
Wah, saya tdk berani mengatakan ini atau itu yg
benar. Yg pasti, belajar itu wajib, selama kita masih bernafas. Belajar
Matematika itu perlu, otak manusia dibekali dgn kemampuan utk itu — sayang
kalau tidak dipakai. Seperti belajar main piano, kalau hanya baca buku tentu
tdk akan bisa. Jadi harus “by doing”, praktik, kerjakan, rekonstruksi, lakukan
penelitian. Untuk belajar Matematika ya harus “bermatematika”, dan, seperti
halnya olahraga, harus rutin.[]
Profil singkat dapat dilihat di sini: http://www.fmipa.itb.ac.id/index.php/in/component/content/article/387
Nice post. Very good write-up.
BalasHapusTerima kasih, selengkapnya untuk sebagai informasi~
BalasHapusKunjungi kami