Salah satu tugas mata kuliah filsafat
ilmu pengetahuan yang harus kami kerjakan adalah mengadakan diskusi dengan
minimal 2 (dua) orang profesor di ITB mengenai filsafat. Menyiasati tugas
ini, maka kami secara berkelompok mendatangi beberapa profesor dengan harapan,
semakin banyak profesor yang kami temui, maka semakin banyak pula keilmuan yang
dapat kami gali.
Tulisan ini akan mengulas mengenai hasil
diskusi yang telah kami lakukan dengan beberapa profesor di ITB.
1. Prof.
Ir. Masyhur Irsyam, M.SE, Ph. D.
Diskusi bersama Prof. Ir. Masyhur
Irsyam, M.SE, Ph.D., kami lakukan pada hari Rabu, 17 Oktober 2012, pukul 13.30
s.d. 14.30, setelah sehari sebelumnya kami membuat janji dengan beliau.
Diskusi tersebut dilakukan di tempat tugas beliau di rumah C, di Jalan
Ganesha No.15. Saya bersama dengan dua orang sahabat yang juga mengambil
mata kuliah filsafat ilmu pengetahuan, yaitu Alfi Satria dan M. Nurkholish A.R.
Prof. Ir. Masyhur Irsyam, M.SE, Ph.D.
adalah lulusan ITB teknik Sipil dan Univ. Michigan USA. Beliau, saat ini
selain menjabat sebagai Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL)
ITB, juga merupakan ketua dari HATTI (Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia).
Diskusi diawali dengan mengajukan
pertanyaan kepada beliau, mengenai pandangan filsafat, dan apakah perlu
mahasiswa S3 diajarkan filsafat ilmu. Beliau menyatakan bahwa filsafat
diperlukan untuk memahami fenomena alam. Dengan memahami fenomena alam,
maka kita akan dapat memetakan masalah, dan ini yang diperlukan oleh mahasiswa
s3, yaitu kemampuan memetakan masalah. Dan menurut beliau, engineering
jelas masalahnya dan dapat dilakukan kuantifikasi terhadap permasalahan
engineering.
Kemudian, hal lain yang kami tanyakan,
terkait dengan keberhasilan studi mahasiswa s3. Menurut beliau, seorang
dosen yang menjadi advisor, sebaiknya memiliki roadmap penelitian dan juga
memiliki target, sehingga roadmap penelitian tersebut dapat dipetakan kepada
para mahasiswa s3 yang sedang melakukan penelitian. Dengan pemetaan yang
jelas, maka tingkat keberhasilan mahasiswa s3 akan lebih terukur dan terarah.
Tetapi, masalahnya adalah, bahwa masih jarang sekali advisor memiliki
roadmap penelitian. Hal ini terkait dengan pendanaan dan proyek
penelitian yang disediakan oleh pemerintah masih sangat sedikit sekali.
Beliau juga menyatakan kekhawatirannya
pada kondisi negara ini, yang menurut beliau, selain pejabatnya banyak yang
bersifat populis juga banyak institusi yang menuntut hak yang sama padahal
kewajibannya berbeda. Menurut beliau, seharusnya tidak bisa disamakan
antara perguruan tinggi yang baru lahir dengan perguruan tinggi yang sudah
ber’umur’. Kondisi ini yang menjadi salah satu penyebab lemahnya
penelitian di Indonesia, selain masih rendahnya kesadaran pemerintah akan
pentingnya penelitian.
Kemudian, ketika ditanyakan mengenai
kapan waktu ideal bagi seorang mahasiswa s3 dapat menyelesaikan proses
penelitiannya atau disertasinya. Beliau menyatakan bahwa untuk menilai
itu, ada 3 (tiga) faktor yang harus diperhatikan, yaitu :
1.
Times
2.
Quality
3.
Price
Jadi,
menurut beliau, tidak bisa kita membuat sebuah barang dengan kualitas yang baik
dan waktu yang singkat tetapi harganya murah. Atau barang dibuat dengan
biaya yang rendah dan kualitas yang bagus tetapi waktunya singkat. Begitu
beliau mencoba menganalogikan.
2. Prof.
Dr. Iwan Pranoto
Prof. Dr. Iwan Pranoto adalah Guru Besar
Ilmu Matematika ITB, yang dikukuhkan pada hari Jum’at, 30 Maret 2012. Dalam
pidato ilmiahnya yang dibawakan pada saat pengukuhan guru besar yang bertempat
di Gedung Balai Pertemuan Ilmiah (BPI) ITB, beliau menyampaikan pidato yang
berjudul “Menggali Hakikat Bermatematika Melalui Pengembangan Teori Kontrol”.
Diskusi kami bersama beliau dilakukan
pada hari kamis, 20 Desember 2012, mulai jam 9.00 pagi sampai dengan jam 10.00
wib, bertempat di student center – ITB.
Di awal diskusi, beliau menyampaikan
pandangannya mengenai matematika, yaitu bahwa matematika sama seperti seni,
harus terkait dengan masyarakat, artinya masyarakat harus merasakan manfaatnya
secara langsung.
Menurut beliau, matematika harusnya
relevan, terkati dengan pendidikan, dan dapat melatih atau meningkatkan
kemampuan nalar seseorang.
Matematika, dapat dikaitkan dengan
berkat dan juga kutukan. Berkat, karena semua bidang ilmu perlu
matematika, dan kutukan, karena merasa bahwa belajar matematika adalah suatu
keharusan. Nah, lalu bagaimana menjadikan belajar matematika karena memang
menyenanginya.
Cara
pengajaran matematika sangat mempengaruhi pandangan siswa terhadap matematika.
Matematika seharusnya jangan hanya dijadikan alat atau mengajarkan
matematika tidak secara dokmatis (atau to the point),
itu sangat berbahaya bagi perkembangan mental dan nalar dari siswa.
Ketika kami mencoba menanyakan pandangan
beliau mengenai hubungan agama dengan filsafat, kemudian beliau menyatakan
bahwa itu adalah hal yang berbeda. Menurut beliau, agama berangkat dari
iman, yang merupakan kepercayaan mutlak, sedangkan filsafat atau ilmu,
berangkat dari ketidakpercayaan, untuk kemudian dicarikan pembuktiannya.
Artinya, agama dan filsafat (ilmu) adalah hal yang dimulai dari sesuatu
yang berbeda.
Kembali kepada matematika, menurut
beliau, ketika ada pernyataan belajar berhitung atau berhitung untuk belajar,
maka yang manakah yang merupakan peran matematika?. Mengajarkan
matematika saat ini, masih berpikir ‘short-cut’, yaitu berpikir jalan pintas,
inilah yang dimaksud beliau dapat berbahaya. Manusia inginnya menemukan sendiri,
bukan selalu dicekoki, demikian pula dalam belajar matematika.
Beliau menyatakan bahwa membangun budaya
dapat dilakukan melalui pendidikan, sehingga dapat tercipta harmoni.
Kemudian, beliau mencontohkan bahwa dengan matematika kita dapat
mengajarkan budaya atau moral. Sebagai contoh mengajarkan tanggung jawab
melalui membandingkan pecahan.
contoh :
2/3 dibandingkan dengan 4/7 ====>
samakan pembilangnya :
2/3 dikalikan 2 menjadi 4/6, mana yg lebih besar?
————————————————————————-
5/6 dibandingkan dengan 2/3 =====> samakan penyebutnya :
2/3 dikalikan 2 menjadi 4/6, mana yg lebih besar?
————————————————————————-
3/7 dibandingkan dengan 5/8 =====> bandingkan dengan 1/2
3/7 kurang dari 1/2
5/8 lebih dari 1/2, jadi mana yg lebih besar?
————————————————————————-
2012/2013 dibandingkan dengan 878/879 =====> kurangkan 1 :
1 – 2012/2013 = 1/2013
1 – 878/879 = 1/879, mana yg lebih besar?
2/3 dikalikan 2 menjadi 4/6, mana yg lebih besar?
————————————————————————-
5/6 dibandingkan dengan 2/3 =====> samakan penyebutnya :
2/3 dikalikan 2 menjadi 4/6, mana yg lebih besar?
————————————————————————-
3/7 dibandingkan dengan 5/8 =====> bandingkan dengan 1/2
3/7 kurang dari 1/2
5/8 lebih dari 1/2, jadi mana yg lebih besar?
————————————————————————-
2012/2013 dibandingkan dengan 878/879 =====> kurangkan 1 :
1 – 2012/2013 = 1/2013
1 – 878/879 = 1/879, mana yg lebih besar?
Ketika seorang siswa diminta
menyelesaikan permasalahan dalam membandingkan dua bilangan pecahan, maka
jawaban yang diberikan oleh siswa tersebut dapat disertai dengan alasan
terhadap jawabannya.
Demikian hasil diskusi kami dengan Prof.
Dr. Iwan Pranoto.
Sumber: https://irvaniswandi.wordpress.com/2012/10/17/diskusi-filsafat-bersama-profesor-di-itb/
Pembahasan diskusi yg sangat menarik, saya sangat suka membacanya,,
BalasHapus